Menurut
data World Economic Forum (WEF), daya saing pariwisata Indonesia dalam pasar
pariwisata dunia dinilai masih rendah. Pariwisata Indonesia hanya berada di
posisi 74 dari 139 negara. “Rankingnya di atas 100,” kata Menteri Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif, Marie Elka Pangestu saat berdialog dengan anggota Bali
Tourism Board di Denpasar, Kamis (12/4/2012).Menariknya, indikator terburuk
adalah dalam soal infrastruktur dan kebersihan. Untuk indikator yang lain,
Indonesia masih memperoleh ranking yang lumayan. Misalnya di urutan 39 untuk
indikator budaya dan industri kreatif, di urutan 9 untuk 'nature' dan
'diversity' dan ranking 19 untuk 'service' dan 'hospitality'.Dengan kondisi
yang ada, Marie optimistis mampu menggenjot wisatawan yang pada 2012 diharapkan
mencapai 8 juta orang dan 10 juta pada 2014. “Kuncinya adalah melakukan promosi
dan perbaikan yang terintegrasi,” ujarnya.Dana promosi pariwisata untuk tahun
ini mencapai Rp 7 miliar. Dalam visi pemerintah pusat, promosi akan dilakukan
dengan tagline `Wonderful Indonesia` dan daerah-daerah diminta untuk melakukan
penyesuaian. “Jadi meski pun Bali sudah dikenal luas, kita mohon tetap berada
dalam kesatuan dengan program kita,” ujarnya.Tagline promosi Bali “Shanti,
Shanti, Shanti” atau `Peaceful Bali` misalnya bisa ditambahkan dengan `In
Wonderful Indonesia`.Jakarta (29/11/2012) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif menyerahkan sertifikasi kompetensi bagi tenaga kerja sektor pariwisata.
Sertifikasi diberikan kepada 21.500 orang tenaga kerja meliputi bidang hotel
dan restoran, spa, usaha perjalanan wisata, pemandu wisata, jasaboga, MICE,
pemandu wisata selam, pemandu ekowisata, pemandu wisata arung jeram dan pemandu
museum. Dari jumlah tersebut, sertifikasi terbanyak diberikan untuk bidang
hotel dan restoran sebanyak 9.590 orang, sementara yang terkecil adalah pemandu
museum dengan jumlah 300 orang.Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari
Pangestu menilai sertifikasi dan standar kompetensi adalah penting untuk
meningkatkan kualitas sumber daya pariwisata dan mendukung daya saing
pariwisata Indonesia.Selain itu, dengan diberlakukannya ASEAN Economic Community
tahun 2015 mendatang, mobilitas tenaga kerja termasuk di
sektor pariwisata, akan semakin bersaing. Maka SDM Indonesia harus bisa
bersaing dan memiliki standar dan kompetensi yang diakui.“Sertifikasi
memberikan pengakuan atas kompetensi tenaga kerja dan meningkatkan kualitas dan
daya saing tenaga kerja pariwisata Indonesia sehingga menyumbang kepada daya
saing industri pariwisata di dalam negeri maupun mengindikasikan kebolehan
mereka untuk dapat berkarya di luar Indonesia,” jelas Mari Pangestu.Pelaksanaan
kegiatan fasilitasi sertifikasi kompetensi ini adalah mandat Undang-Undang No.
10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan telah dituangkan dalam rencana
strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2012. Tahun ini
Kemenparekraf menargetkan sebanyak 15.000 dan jumlah mereka yang mendapat
sertifikasi tahun ini adalah pencapaian yang positif untuk bisnis pariwisata,
peningkatan daya saing, dan kualitas tenaga kerja di sektor pariwisata.
“Sertifikat kompetensi memberikan kebanggaan bagi yang memilikinya, karena membuat lebih percaya diri. Pada tataran dunia kerja, dengan memiliki sertifikat kompetensi maka daya tawar akan gaji/upah menjadi berimbang. Bagi pengusaha, memiliki pegawai yang bersertifikat adalah aset dalam persaingan bisnis. Solusi saling menguntungkan seperti ini perlu ditumbuhkan,” imbuh Mari Pangestu.Melalui kegiatan penyerahan sertifikat kompetensi ini diharapkan menyatukan gerakan nasional semua komponen bangsa mulai dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pengusaha, dan masyarakat untuk berbagi peran dan beban untuk mendorong peningkatan kompetensi tenaga kerja pariwisata.Mari Pangestu menambahkan untuk sektor ekonomi kreatif sertifikasi baru dberikan pada 2014. “Tahun 2013 kita akan menyiapkan terlebih dahulu infrastruktur pendukung kegiatan sertifikasi kompetensi. Sementara rintisan pengembangan standar kompetensinya sudah dimulai pada tahun ini,” ungkap Mari Pangestu.Dari tahun ke tahun jumlah tenaga kerja yang memperoleh sertifikasi pariwisata terus mengalami peningkatan. Tahun lalu jumlahnya mencapai 15.515 orang dari 9 bidang pariwisata yang melibatkan 9 lembaga sertifikasi. Sementara tahun 2010, sertifikasi diberikan kepada 5.000 orang dari 7 bidang pariwisata melalui 6 lembaga sertifikasi.Sekalipun jumlah tenaga kerja yang disertifikasi masih terbatas, akan tetapi “daya jual” tenaga kerja pariwisata Indonesia di tataran regional ASEAN dan juga internasional tergolong bagus, khususnya di bidang hotel dan restoran, dan spa. Banyak tenaga kerja asal Indonesia yang berhasil menjadi pimpinan usaha hotel dan spa di mancanegara, dan ini merupakan keunggulan kompetitif yang perlu dilanjutkan dan dipertahankan kualitasnya. Apalagi dengan berlakunya MRA (Mutual Recognition Arrangement) bidang pariwisata sejak 2009, upaya peningkatan kualitas harus dipelihara, agar tenaga kerja pariwisata kita tetap unggul di kawasan ASEAN.Pelaksana sertifikasi kompetensi bidang pariwisata pada tahun ini dilaksanakan oleh 9 Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yaitu LSP Hotel dan Restoran di Jakarta, LSP Pariwisata Jakarta, LSP Pariwisata Nusantara di Bandung, LSP Pariwisata Indonesia di Bali, LSP Spa Nasionaldi Jakarta, LSP Cohe spa di Surabaya, LSP Pariwisata Nasional di Surabaya, LSP Wiyata Nusantara di Yogyakarta dan LSP MICE di Jakarta.Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif I Gde Pitana mengemukakan pentingnya Indonesia memiliki kualitas SDM pariwisata dan ekonomi kreatif yang mumpuni. Di satu sisi Indonesia memiliki keunggulan dengan mempunyai kuantitas SDM yang melimpah, akan tetapi di sisi lain kalau keberlimpahan ini tidak dikelola dengan baik kualitasnya, justru akan menimbulkan problem tersendiri. “Ini berarti kita dihadapkan pada tantangan yang tidak ringan. Untuk melipatgandakan kemampuan melakukan sertifikasi, infrastruktur pendukungnya pun harus siap. Artinya, asesor harus diperbanyak dan demikian pula lembaga sertifikasi profesinya maupun tempat asesmen kompetensinya (TAK). Di lain pihak, mendorong tenaga kerja untuk sadar sertifikasi juga memerlukan dukungan pengusaha tempat dia bekerja, maupun pemerintah setempat dan masyarakat sekitar,” kata I Gde Pitana
Ketika
pariwisata itu didefenisikan industri maka tuntutan utamanya selain sumberdaya
manusia adalah bagaimana menciptakan manajemen dan pola pemasaran yang
mendukung. Manajemen pariwisata berhubungan dengan sumberdaya manusia, namun
lebih dekat dengan upaya-upaya menjual pariwisata itu sendiri.Bila dibandingkan
dengan bagaimana Bali dan Lombok, Borobudur, Taman Mini, serta Bromo di jual,
maka pariwisata Indonesia Bagian Timur khususnya Banda masih jauh ketinggalan.
Selama ini kebanyakan masyarakat mancanegara atau bahkan masyarakat Indonesia
sendiri, lebih banyak mengenal obyek-obyek pariwisata di Indonesia Bagian Barat
karena dari segi manajemen dan pemasaran, dikuasai oleh manajemen pariwisata di
Indonesia Bagian Barat karena jaringan market pariwisata dengan sektor
pendukung lainnya, seperti perusahaan perjalanan, hotel dan lokasi obyek
wisata, selama ini telah dikuasai oleh jaringan yang ada di Indonesia Bagian
Barat. Kadang, pandangan parsial dari daerah kunjungan wisata tertentu
merugikan daerah lain. Umpamanya, ada upaya agar tamu wisata lebih lama tinggal
di daerah tertentu dengan fasilitas tertentu pula. Hal ini mengakibatkan
distribusi penyebaran wisatawan tidak merata dan lebih banyak dikuasai oleh
daerah-daerah kunjungan wisata yang telah maju seperti di Indonesia Bagian Barat,
sedangkan daerah wisata di Indonesia Bagian Timur hanya mendapat sisa-sisa atau
buangan wisatawan dari Indonesia Bagian Barat. Penciptaan jaringan publikasi
melalui media massa dan melalui berbagai pameran serta usaha lain yang pernah
dilakukan oleh pemerintah dan swasta, secara kuantitatif dan kualitatif
menguntungkan daerah-daerah kunjungan wisata di Indonesia Bagian Barat. Karena
ada kecenderungan untuk lebih banyak mempublikasikan obyek wisata Indonesia
Bagian Barat karena persoalan dana. Khususnya Banda, umumnya wisatawan
mengunjungi Banda karena memperoleh informasi dari temannya yang pernah
berkunjung ke Banda atau melalui literature yang dibaca atau bahkan melalui
beberapa gambar yang dibuat oleh wisatawan yang pernah berkunjung ke Banda dan
disebarkan di internet. Banyak di anatar mereka pula baru mengetahui Banda
secaa kebetulan karena ia sudah berada di Ambon.Selama ini, jumlah wisatawan
yang datang ke Indonesia mengalami peningkatan. Tahun 2011 jumlahnya mencapai
7.649.731 jiwa, meningkat 9,24 persen daripada tahun sebelumnya yang hanya
7.002.944 jiwa. Dari 16 negara lebih, turis asal Singapura paling banyak
berkunjung ke Indonesia dengan jumlah 1.248.607 jiwa. Jumlah tersebut mengalami
peningkatan 10,06 persen dibandingkan pada 2010 yang hanya 1.128.906 jiwa.Kedua,
turis asal Malaysia dengan jumlah 1.037.310 jiwa. Naik 0,26 persen jika
dibandingkan 2010 yang hanya 1.034.642 jiwa. Ketiga ditempati turis asal
Australia dengan 886.495 jiwa, naik 21,28 persen jika dibandingkan 2010 yang
hanya 730.941 jiwa.Turis asal China dan Jepang, masing-masing menempati urutan
keempat dan kelima dengan 504.749 jiwa dan 415.088 jiwa. Masing-masing
mengalami peningkatan 19,74 persen dan 2,24 persen dari tahun sebelumnya yang
hanya 421.528 jiwa dan 406.011 jiwa.Pada 2012, Kemenparekraf menargetkan total
kunjungan 8 juta turis yang berasal lebih dari 16 negara. Rinciannya, Singapura
1,6 juta, Malaysia 1,3 juta, Jepang 450.000, Prancis 195.000, Belanda 160.000,
Jerman 150.000, Rusia 100.000, Korea Selatan 230.000, Australia 1,1 juta, China
600.000. Selanjutnya, India 180.000, Taiwan 230.000, Amerika Serikat 210.000,
Middle East (Timur Tengah) 160.000, Inggris 200.000, dan Filipina 280.000.
Sumber :
-Situs Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia : http://www.budpar.go.id/budpar/asp/detil.asp?c=16&id=2020
- http://www.dodydody.com/klien/banda/rubrik.asp?idrubrik=kendala
-Okezone.com Travel :
http://travel.okezone.com/read/2012/11/02/407/712809/turis-selandia-baru-dimanjakan-promosi-pariwisata-nusantara